
Dikutip dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat dari aktivitas manusia seperti industri menjadi penyebab utama naiknya suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20. Model iklim yang dijadikan acuan oleh IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajat celsius antara tahun 1990 dan 2100.
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh 30 badan ilmiah dan akademik dunia hasilnya menunjukkan, emisi CO2 pada 1958 masih 315 bagian per sejuta (part per million/ppm) naik mencapai lebih dari 350 ppm tahun 1990. Kemudian pada Juli 2015, emisi CO2 menjadi 401,61 ppm, dan terus naik hingga 407,25 ppm pada juli 2017. Perhitungan simulasi yang dihasilkan IPCC, efek rumah kaca meningkatkan suhu rata-rata Bumi sebesar 1-5 derajat celsius. Jika kecenderungan peningkatan gas rumah kaca terus terjadi hingga saat ini, maka hal itu akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 derajat celsius sekitar tahun 2030.
Baca juga : Triple Planetary Crisis
Industri merupakan salah satu sektor yang diminta untuk dapat mengganti atau merekayasa teknologi produksinya dengan yang rendah karbon. Hal ini sebagai komitmen Indonesia dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 29%. Prinsip utama Industri Hijau untuk menciptakan pertumbuhan Industri yang tinggi agar tercipta kesejahteraan sosial, serta tetap menjaga keberlanjutan lingkungan. Indeks Industri Hijau yang dikeluarkan oleh Bappenas menjadi alat ukur untuk mengevaluasi capaian dan efektivitas transformasi Industri Indonesia menuju Industri Hijau.
Akhir-akhir ini isu lingkungan selalu menjadi top tier permasalahan yang sedang dibincangkan di seluruh dunia. Oleh karena itu trend industri hijau ini menjadi salah satu solusi dari permasalahan lingkungan yang selama ini terjadi. Demi pengelolaan kekayaan alam serta memastikan keberlanjutan lingkungan. Tidak bisa dipungkiri memang pertumbuhan industri cukup pesat dari tahun ke tahun. Industri hijau salah satu konsep yang coba digagas oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia sejak tahun 2013 untuk meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Menurut Prof. Rian Beise-Zee pada tanggal 24 September 2024, di seminarnya yang bertemakan Sustainable Marketing: Engaging Customers in the Green Economy, menjelaskan bahwa bisnis harus bertanggung jawab terhadap dampak sosial dan lingkungan alih-alih hanya menghasilkan keuntungan, industri tersebut harus memikirkan keberlanjutan lingkungan yang dampak positifnya semoga bisa dirasakan anak cucu di masa mendatang.
Hal ini yang membuat para pemangku kepentingan industri didorong untuk mengimplementasikan teknologi hijau secara keseluruhan. Contohnya seperti energi terbarukan, efisiensi energi, dan menggunakan alat manufaktur yang lebih ramah lingkungan dan minim efek samping terhadap lingkungan. Langkah ini mampu memberikan efek samping yang baik dalam mengurangi jejak karbon industri dan efek gas rumah kaca. Prinsipnya dengan penerapan dan trend industri hijau ini mampu menjaga kelestarian lingkungan serta membangun masa depan hijau yang berkelanjutan.